Meski diblokir
sejumlah negara
Arab dan mendapat
ancaman serupa dari
negara lainnya,
produsen
BlackBerry--Research
in Motion (RIM), tetap
tegas menolak untuk
membuka akses data
pelanggannya.
Seperti dikutip
detikINET, Minggu
(8/8/2010), penegasan resmi ini disampaikan RIM lewat pernyataan
tertulis yang dipublikasikan situs Majalah Fortune.
"RIM tidak akan mengakomodasi bentuk permintaan apapun
tentang salinan kunci dari data enkripsi pelanggan. Tidak akan
pernah, untuk siapa pun, baik itu untuk operator nirkabel maupun
pihak ketiga."
"Artinya, pelanggan BlackBerry Enterprise Solution tetap bisa
mempertahankan kepercayaan dan keyakinannya akan integritas
layanan dengan arsitektur keamanan tanpa perlu takut akan
kompromi," demikian pernyataan RIM.
Dalam sebuah interview dengan Reuters, CEO RIM Mike Lazaridis,
menjelaskan bahwa setiap data pelanggan BlackBerry telah
dienkripsi demi keamanan. Layaknya produk data pada umumnya
yang menggunakan akses internet.
"Ini (harusnya) bukan hanya isu tentang BlackBerry saja. Jika
(negara yang memblokir) tidak bisa toleran dengan internet,
sebaiknya mereka mematikan (internet) saja," sindir Lazaridis.
Kisruh soal pemblokiran BlackBerry jadi mendunia. Sejak Uni
Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi mengeluarkan pernyataan
blokir, sejumlah negara lain seperti India, China, Rusia, kabarnya
siap mengikuti jejak dua negara Arab tersebut.
Tak terkecuali di Indonesia, wacana pemblokiran juga merebak.
Kabar ini sempat membuat heboh warga dunia sampai akhirnya
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membantah
tegas dalam klarifikasinya.
Seperti dilansir situs Economic Times, kabar soal pemblokiran
layanan BlackBerry di berbagai negara ternyata membawa imbas
buruk bagi kondisi saham RIM.
Seiring munculnya isu pemblokiran layanan BlackBerry, termasuk
di Indonesia, nilai saham perusahaan Kanada itu anjlok US$ 2,7
miliar--setara Rp 24 triliun--hanya dalam waktu dua hari saja.